Jumat, 19 Juli 2013

"Batu bata, Material yang tidak Ramah lingkungan"

Kebutuhan akan rumah sebagai tempat tinggal saat ini merupakan kebutuhan yang sangat dasar bagi masyarakat sehingga pembangunan akan rumah menjadi sangat pesat. Rumah dibangun dengan berbagai jenis model sesuai selera masing-masing orang yang akan menempatinya. Pembangunan rumah baik itu oleh developer atau secara pribadi tentu saja membutuhkan material yang beragam juga. Salah satu material yang paling banyak digunakan sebagai material untuk dinding rumah yaitu batu bata.


Semakin meningkatnya kebutuhan akan bahan bangunan terutama batu bata, akan menyebabkan kebutuhan tanah galian juga semakin banyak. Sebagai contoh sederhana saja, untuk rumah type 36 paling tidak dibutuhkan 6000 buah batu bata dengan ukuran 20x15x5 cm, bagaimana dengan kebutuhan batu bata untuk bangunan-bangunan "Mega Proyek yang saat ini sedang dikerjakan"???. 

Tanah untuk pembuatan batu bata paling cocok pada tanah subur yang produktif. Dengan dipicu dari rendahnya tingkat keuntungan berusaha tani dan besarnya resiko kegagalan, menyebabkan lahan-lahan pertanian banyak digunakan untuk pembuatan batu bata. Penggalian tanah sawah untuk galian batu bata disamping akan merusak tata air pengairan juga akan terjadi kehilangan lapisan tanah bagian atas (top soil) yang relatif lebih subur, dan meninggalkan lapisan tanah bawahan (sub soil) yang kurang subur, sehingga lahan sawah akan menjadi tidak produktif. Nah pertanyaannya sekarang, apakah penggunaan batu bata masih bisa dikatakan material yang RAMAH akan LINGKUNGAN, atau GREEN Building???....



Aktivitas penambangan lahan baik sawah maupun pekarangan untuk produksi batu bata saat ini semakin mengkhawatirkan. Setidaknya ratusan hektar lahan sawah rusak, jaringan irigasi terganggu, dan muncul sarang nyamuk untuk penyebaran demam berdarah dan hal ini akan terus meningkat mengikuti pesatnya pembangunan yang mengunakan material batu bata. Yang lebih mengkhawatirkan lagi, bekas galian dibiarkan begitu saja tanpa penanganan dn pemilik biasanya menjual lahan yang sudah rusak dengan harga murah. 

Meski sudah menimbulkan kerusakan lingkungan yang cukup parah, Pemerintah saat ini belum bertindak. Mereka masih diliputi dilema. Pembiaran dilakukan karena menyangkut mata pencaharian masyarakat. Selama ini belum ada tindakan tegas karena aktivitas masyarakat pembuat batu bata menyangkut soal perut. Namun sebagian masyarakat mulai memanfaatkan bekas galian untuk kolam ikan. Meskipun sedikit menyelesaikan persoalan lingkungan, kehadiran kolam- kolam tersebut membuat irigasi terganggu karena pasokan air banyak tersedot ke kolam. KINI saatnya Pemerintah tidak bisa terus-terusan berlindung dalam dilema. Kelangsungan hidup rakyat banyak perlu diselamatkan dan sudah saatnya kekhawatiran ini membuahkan tindakan NYATA dan TEGAS.

Trus SOLUSInya????.......Saat ini telah ditemukan bahan bangunan alternatif penganti batu bata (EcoFaeBrick), Bata jenis ini terbuat dari limbah organik, yaitu kotoran sapi yang diolah lebih lanjut menjadi batu bata. Bata jenis ini diperkenalkan oleh sebuah perusahaan bernama EcoFaeBrick pada tahun 2009 dengan misi untuk memberikan solusi bernilai ekonomi tinggi dari masalah laten sampah di sekitar daerah pertanian. Tak hanya sekedar dikenal sebagai produk yang ramah lingkungan saja, Bata ini memiliki bentuk, warna, dan tekstur permukaan yang sama persis dengan batu bata tanah liat dengan beberapa keuntungan sebagai berikut:
·  Beratnya lebih ringan 20%
·  Kekuatannya lebih tinggi 20%
·  Biaya pembuatan lebih rendah
·  Lebih aman bagi kesehatan
·  Menekan emisi karbon pada proses produksinya karena menggunakan energi biogas (tidak    menggunakan kayu bakar pada proses pengeringannya)
·  Mencegah perusakan lahan lebih lanjut akibat penggalian tanah liat


Ecofaebrick juga mengklaim bahwa batu bata yang dibuat menggunakan 75% kotoran sapi ini telah disempurnakan dalam proses pemanasan biogas yang mengurangi  emisi CO2 secara signifikan atas pembakaran kayu pada pembuatan batu bata tradisional. Yang mana, pemanasan dengan cara tersebut diketahui dapat mengurangi 1.692 ton CO2 pertahun. Bahkan, penggunaan ecofaebrick dapat mengurangi pemakaian semen hingga 60%. SEMOGA ini menjadi masukan bagi kita bersama..,,SEKALI lg JAGALAH LINGKUNGAN untuk masa DEPAN anak dan cucu KITA...!!!!
















Kamis, 18 Juli 2013

Pemilihan Jenis Tanaman yang kurang tepat pada jalur hijau jalan Perintis Kemerdekaan Makassar


Jika kita memperhatikan di beberapa segmen Jl. Perintis kemerdekan Kota Makassar, maka di sepanjang jalan akan terlihat jalur hijau yang memberikan keteduhan bagi para pengguna jalan terutama bagi para pejalan kaki. Namun apakah itu sudah sesuai???...apakah dampak postifnya lebih besar dari dampak negatifnya???..

Keberadaan tanaman pada jalur hijau di Jalan Perintis Kemerdekaan memanglah sangat dibutuhkan saat ini. Selain untuk mereduksi polusi udara, memberi kenyamanan bagi pengguna jalan, juga untuk menambah keindahan Kota Makassar. Namun alangkah baiknya jika pemilihan tanaman itu dilakukan dengan cermat dan memperhatikan lingkungan sekitarnya. Keberadaan tanaman terutama pohon yang mempunyai perakaran yang besar dan menyebar pada tepi jalan juga akan memberikan dampak yang negatif. Akar pohon akan merusak aspal jalan, drainase, bangunan di sekitarnya, pipa air minum, jaringan telkom dan pada bagian atas pohon akan menganggu jaringan listrik PLN yang ada. Saat ini tanaman yang ada di sepanjang jalur hijau terkesan asal tanam saja, yang penting tampak hijau tanpa memperhatikan manfaat yang diberikan. Jenis pohon yang ditanam pun kadang asal tanam, cepat tumbuh, cepat besar dan memberikan keteduhan tanpa memperdulikan dampak di kemudian hari yang akan ditimbulkan. Berbagai pohon pun ditanam di jalur hijau yang sebenarnya tidak sesuai untuk peruntukannya. Sebagai contoh Pohon Trembesi yang di tanam pada jalur hijau kawasan perkotaan yang mempunyai lahan sangat sempit. Pohon Trembesi mempunyai perakaran yang dalam, besar dan menyebar. Ketinggian pohon ini rata-rata 30-40 meter dan lingkar pohon sekitar 4,5 meter.

Gambar disamping hanyalah salah satu dampak yang akan ditimbulkan oleh tanaman yang ada sekarang di jalur hijau jalan perintis, daya rusak akar pohon akan merusak jaringan pipa PDAM disepanjang jalan sehingga distribusi air ke rumah warga akan terganggu dan itulah yang telah kita rasakan beberapa minggu yang lalu dimana pasokan air bersih menjadi terhambat. Kecepatan tumbuh pohon Trembesi juga sangat cepat sehingga ketinggian pohon ini akan menganggu jaringan kabel PLN yang ada diatasnya seperti pada gambar atas.So, mau tidak mau, suka tidak suka maka ranting-ranting pohon akan dipangkas setiap saat sehingga keteduhan yang diharapkan dari pohon ini akan hilang.

Untuk itu,semestinya dari awal kita seharusnya telah merencakan tanaman yang akan kita tanam pada jalur hijau jalan sehingga tidak menimbulkan masalah dikemudian hari. Permen PU No.5/PRT/M/2008 tentang Pedoman Penyediaan dan Pemanfaatan Ruang Terbuka Hijau di Kawasan Perkotaan dapat menjadi acuan kita dalam memilih jenis tanaman yang sesuai bagi jalur hijau jalan.

Sebagai contoh Tanaman yang akan dipilih sebagai tanaman untuk penyerap polusi udara harus mempunyai kriteria sebagai berikut:
a)    terdiri dari pohon, perdu/semak;
b)    memiliki kegunaan untuk menyerap udara;
c)    jarak tanam rapat;
d)    bermassa daun padat.
e)  sitem perakaran masuk kedalam tanah tidak    
     merusak konstruksi jalan dan bangunan
f)  fase anakan tumbuh cepat tetapi tumbuh lambat 
    pada fase dewasa
g) Ukuran dewasa sesuai ruang yang tersedia
h) batang/ percabangan tidak mudah patah
i)  daun tidak mudah gugur/rontok
Contoh jenis tanaman:
a)    Angsana (Ptherocarphus indicus)
b)    Akasia daun besar (Accasia mangium)
c)    Oleander (Nerium oleander)
d)    Bogenvil (Bougenvillea Sp)
e)    Teh-tehan pangkas (Acalypha sp)


Untuk itu, saran bagi Pemerintah Kota Makassar dan Instansi terkait agar melakukan penggantian jenis tanaman yang tidak sesuai dengan peruntukannya secara bertahap dalam rangka tercapainya pembangunan yang berwawasan lingkungan. Terimaksih, SEMOGA BERMANFAAT...!!!!






















Rabu, 17 Juli 2013

“RTH” Pereduksi polutan yang tidak bisa disepelekan

Masalah polusi udara di kawasan perkotaan cenderung berkembang menjadi masalah yang memerlukan perhatian dan penanganan serius karena sektor transportasi merupakan salah satu sektor yang memberikan dampak yang cukup besar terhadap lingkungan, terutama akibat penggunaan bahan bakar fosil yang menjadi penyebab utama terjadinya pencemaran udara terutama di daerah perkotaan. Selain itu kinerja pembakaran bahan bakar kendaraan dalam keadaan macet lebih rendah dibandingkan dengan saat melaju cepat sehingga hal ini memicu pembakaran yang tidak sempurna yang pada akhirnya akan meningkatkan emisi polutan kendaraan bermotor. Terkonsentrasinya zat pencemar pada satu lokasi dalam selang waktu yang cukup lama juga membahayakan kualitas udara di lingkungan sekitar. Kontribusi pencemaran udara yang berasal dari sektor transportasi mencapai 60%,  selebihnya dari sektor industri 25%, sampah 5% dan lain-lain 10% (Aep Saepuddin, Tri Admono (2005).

Tingginya kasus serangan jantung akibat polusi udara menunjukkan betapa sangat memprihatinkannya tingkat pencemaran saat ini. Polutan yang juga sangat berbahaya yang terdapat di dalam udara tercemar yaitu karbon monoksida (CO). Kadar polutan akibat emisi dari asap kendaraan bermotor yang paling utama adalah gas CO. Gas CO merupakan gas yang tidak berbau dan tidak berwarna yang berasal dari sisa hasil pembakaran yang tidak sempurna pada berbagai jenis bahan bakar yang mengandung karbon. Jika terhirup oleh saluran pernapasan, gas ini akan diserap ke dalam darah dan akan berikatan dengan hemoglobin (Hb) atau zat merah darah. Keracunan gas CO umumnya bisa ditolong asalkan sumber pencemaran segera dihentikan. Namun jika terlanjur parah, statistik menunjukkan sepertiga dari seluruh kasus yang pernah terjadi dapat menyebabkan kerusakan permanen di otak.

 Emisi yang juga paling berpengaruh pada kualitas udara saat ini yaitu emisi karbon dioksida (CO2). Perubahan iklim yang dalam beberapa tahun terakhir terjadi, merupakan dampak dari pemanasan global yang disebabkan oleh meningkatnya gas rumah kaca di atmosfir. Karbon dioksida (CO2) merupakan gas rumah kaca yang mempunyai kontribusi paling besar terhadap pemanasan global dan perubahan iklim. Karena besarnya peranan dan kontribusi kendaraan bermotor  dalam pencemaran udara di kawasan perkotaan, maka upaya penghijauan di sepanjang jalur lalu lintas menjadi syarat utama dalam perencanaan dan penataan ruang. Disamping itu pengadaan taman-taman kota serta ruang terbuka hijau (RTH) lainnya yang tersebar di berbagai tempat dapat mengurangi kadar zat pencemar udara dan menambah tingkat kenyamanan kota. Hasil penelitian dari Puslitbang Jalan Kementerian PU menunjukkan bahwa tanaman-tanaman yang terdapat di RTH dapat mereduksi polusi udara sekitar 5%-45%.

Penyediaan RTH dipandang sebagai salah satu unsur dalam upaya penanganan pencemaran kendaraan bermotor yang paling implementatif dibandingkan cara lainnya. Pembatasan kendaraan bermotor masih sulit dilakukan karena Pemerintah masih belum mampu untuk menyediakan sarana angkutan umum yang memadai untuk mengakomodir mobilitas penduduknya. Penanganan pencemaran udara juga bisa dilakukan dengan menekan mobilitas penduduk melalui pengalokasian aktivitas penduduk pada satu lokasi dengan area yang relatif terbatas sehingga mengurangi  penggunaan kendaraan bermotor untuk mendukung aktivitasnya. Namun hal ini sulit dilakukan di kota-kota besar di Indonesia karena membutuhkan biaya yang cukup besar serta perencanaan dalam peroide yang cukup panjang. Dengan dasar pertimbangan itulah RTH dianggap sebagai cara tepat dalam upaya peningkatan kualitas udara di kota besar. RTH sebagai lahan yang tersisa diantara sarana yang ada sudah sepatutnya dipertahankan, perubahan lahan yang semakin tidak terkendali haruslah dicegah.

Keberadaan tanaman pada jalur hijau di kawasan perkotaan memang sangat dibutuhkan oleh masyarakat. Tanaman yang ada di jalur hijau memberikan dampak yang positif seperti memberikan keteduhan, mereduksi polusi udara, meredam kebisingan, dan meredam turbulensi angin. Namun keberadaan tanaman yang tidak sesuai dengan peruntukannya di jalur hijau juga akan memberikan dampak yang negatif bagi lingkungan sekitarnya. Semoga dengan sisa lahan yang ada kita mampu menjaga lingkungan melalui penanaman tanaman yang berfungsi sebagai pereduksi polutan kendaraan….!!!!..SAYANGI keluarga kita dengan menjaga LINGKUNGAN…!!!!